Usaha Penerapan Budaya Positif di Sekolah (Koneksi Antar Materi Modul 1.4)

Gambar : Kemdikbud-RI

Usaha Penerapan Budaya Positif di Sekolah
Oleh : Eko Rohmadiyanto
CGP PGP Angkatan-9 Kabupaten Sumenep tahun 2023

Seorang guru setiap hari akan selalu berinteraksi dengan peserta didik maupun warga sekolah lainnya. Setiap saat dimungkinkan akan selalu menemukan masalah yang berkaitan dengan perilaku negatif dan pelanggaran oleh warga sekolah. Disinilah peran seorang guru diperlukan  untuk meminimalisir terjadinya pengulangan atau bahkan bertambahnya jumlah kasus yang terjadi. Terlebih sebagai seorang calon guru penggerak yang sudah mempelajari modul 1.4 tentang budaya positif, maka sudah sewajarnya untuk mulai menerapkannnya pada diri sendiri sambil berusaha mempersuasif rekan sejawat yang lain maupun lingkungannya.  

Sebagai seorang guru sekaligus calon guru penggerak saya berusaha menerapkan disiplin positif sesuai kemampuan dan daya dukung yang tersedia di sekolah, setidaknya dengan berusaha mengurangi dan meniadakan hukuman, baik berupa hukuman fisik maupun non fisik. Hal itu didasari dari pengetahuan baru saya bahwa ternyata setiap perilaku manusia itu didasari sebuah motivasi  yang menurut mereka benar, baik motivasi yang berasal dari diri sendiri (intrinsik) atau berasal dari pengaruh dari luar (ekstrinsik). 

Saya berupaya membuat peraturan yang ada di sekolah lebih dianggap sebagai sebuah keyakinan bersama. Memastikan pemahaman pada seluruh warga sekolah bahwa semua peraturan yang ada adalah hasil dialog dua arah sehingga merupakan sebuah kesepakatan bersama yang diperoleh berdasarkan nilai-nilai kebajikan universial. Dengan demikian maka seluruh warga sekolah akan menjalankannya sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan kemanfaatannya baik secara langsung maupun tidak langsung pada setiap individu warga sekolah termasuk peserta didik. 

Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik saya berusaha untuk mempraktekkan proses penerapan segitiga restitusi, dimana saya akan memandang peserta didik sebagai individu yang sejajar dengan saya, saya selalu memandang peserta didik saya bukan semata sebagai penerima atau obyek peraturan, jika ada peserta didik yang tidak mentaati keyakinan kelas maka terhadap peserta didik tersebut saya akan berusaha menstabilkan emosionalnya, memvalidasi kesalahannya, untuk kemudian mengarahkan peserta didik tersebut untuk secara mandiri menemukan solusi untuk tidak mengulanginya lagi.

Penerapan budaya positif yang di sekolah juga sangat mendukung visi saya sebagai calon guru  penggerak, saya mempunyai mempunyai visi yaitu “Berusaha menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi murid”. Untuk mencapai visi tersebut penerapan disiplin positif sangatlah mendukung, karena dengan penerapan disiplin positif akan terbangun suasana yang lebih aman dan nyaman. Karena dengan penerapan disiplin positif peserta didik akan mempunyai kemampuan untuk membangun suasana dan bisa mengatur dirinya sendiri agar bisa menemukan solusi apabila dia ternyata berperilaku yang tidak seharusnya. 

Dalam mengupayakan penerapan disiplin positif di sekolah saya sebagai seorang guru bisa berperan sebagai empat posisi kontrol yaitu : penghukum, pembuat rasa bersalah, posisi teman, posisi pemantau, dan posisi manajer. Dalam menerapkan posisi kontrol saya sebagai seorang guru, saya akan selalu berpegangan pada konsep bahwa setiap tindak-tanduk manusia itu biasanya disebabkan oleh sebuah keinginan atau agar terpenuhinya kebutuhan dasarnya sebagai manusia, yaitu bisa berupa : bertahan hidup, penguasaan, kasih sayang dan rasa diterima, kesenangan,  dan kebebasan. Selama ini saya dan beberapa guru lain sering menggunakan hukuman dan penghargaan untuk mengelola perilaku siswa di kelas maupun di sekolah (sebagai penghukum, pemantau, dan pembuat rasa bersalah), padahal ketiga hal tersebut bersifat kontra produktif dan kurang memberi jaminan bahwa peserta didik untuk mengulang perilaku yang sama di masa depan. Dari kelima posisi tersebut yang paling ideal adalah posisi yang terbawah atau sebagai manajer. Dalam posisi manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

Banyak hal menarik yang saya temui pada saat berusaha untuk menerapkan budaya positif di sekolah, diantaranya adalah selain antusiasme peserta didik juga terbangunnya suasana saling menghargai, bahwa disiplin positif bukan hanya sekedar strategi yang baik untuk mengatasi perilaku bermasalah di kelas dan di sekolah, akan tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan yang lain di luar sekolah nantinya.

Banyak perubahan yang saya alami setelah mempelajari materi tentang budaya positif, saat ini saya lebih menyadari pentingnya menghargai dan menghormati perbedaan individu dalam kelas maupun sekolah, baik itu perbedaan latar belakang, minat, bakat, kebutuhan, maupun harapan. Saya juga berusaha merasa lebih dekat secara personal terhadap peserta didik maupun warga sekolah lainnya. Hal tersebut saya lakukan untuk lebih mengetahui apa yang mereka butuhkan. Saya lebih terbuka, selalu berusaha belajar, dan menerima masukan dari peserta didik maupun rekan-rekan guru yang lain. Selain secara informal juga saya lakukan secara formal melalui kegiatan diskusi ataupun secara daring untuk mempermudah pendokumentasiannya.

Perasaan saya setelah mempelajari, memahami, dan mengalami sendiri antara apa yang saya pelajari dan yang saya temui secara langsung tentu saya merasa senang, saya berharap apa yang saya lakukan bersama peserta didik akan terasa lebih bermakna dan menyenangkan ibaratnya seorang pedagang yang dengan modal tetap akan tetapi memperoleh hasil yang lebih maksimal. 

Dari berbagai hal yang saya pelajari kemudian menerapkannya di kelas, ada berbagai hal baik yang saya rasakan. Saya saya berusaha menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna sesuai visi saya. Saya berusaha membuat peserta didik merasa nyaman dan aman ketika belajar. 

Meski demikian tetap saja ada beberapa perbaikan yang harus saya lakukan, yaitu :

Saya perlu meningkatkan keterampilan teknis untuk penguasaan kelas, adakalanya tetap saja ada beberapa peserta didik yang berperilaku tidak sesuai harapan. Untuk materi-materi tertentu perlu upaya tambahan untuk mengemasnya agar menarik minat peserta didik untuk mempelajarinya.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi yang paling sering saya pakai adalah posisi lebih pada posisi pemantau, meski jarang kadang juga sebagai penghukum. Saya lebih memposisikan sebagai guru yang memiliki otoritas terhadap kelas saya. Setelah mempelajari modul ini, saya lebih memposisikan diri sebagai teman yang menerima serta memberi masukan bagi peserta didik yang pada akhirnya adalah sebagai mitra bagi peserta didik saya. Menjadi manajer agar bisa membantu peserta didik saya menemukan solusi atas perilaku peserta didik saya yang dianggap menyimpang dari keyakinan kelas.

Segitiga restitusi merupakan hal baru yang saya pelajari di modul ini.  Sebelum mempelajari modul ini, saya tidak mempraktekkannya. Bisa saja melakukan hal-hal yang sudah mendekati tapi belum terstruktur dan sesempurna segitiga restitusi.

Dalam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah perlu juga di masukkan materi-materi mengenai konsep nilai-nilai kebajikan universal seperti keadilan, kesetaraan, keberagaman, toleransi.

Demikian artikel ini saya buat, sebagai bagian dari tugas Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan-9 Kabupaten Sumenep. Semoga bermanfaat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama